/21/
Perkembangan anak: guru vs orang tua
Guru merupakan akronim
dari konsep pemikiran orang Jawa digugu
lan ditiru. Menjadi sosok yang digugu
lan ditiru membuat beban seorang guru menjadi tidak mudah. Digugu menjadi perwakilan yang
menggambarkan ilmu-ilmu yang ditransfer hendaklah diperhatikan dan kemudian
diamalkan oleh siswa. Sementara itu, ditiru menjadi perwakilan yang
menggambarkan sosok kepribadian guru yang sempurna sehingga patut dicontoh. Sosok
yang dapat digugu lan ditiru seolah
merupakan gambaran sosok yang tepat untuk diberi amanat untuk mencerdaskan
anak. Namun, apakah di zaman yang berkembang ini sosok guru harus menanggung
beban yang sedemikian berat?
Guru
pada zaman sekarang menjelma sebagai orang yang hanya bertugas menransfer ilmu
kepada anak. Hal ini bergeser dari konsep digugu
lan ditiru pada masa lampau. Namun, memang itu yang menjadi prioritas tugas
seorang guru. Waktu anak yang tidak lebih dari 8 jam di sekolah membuat guru
tidak mampu untuk banyak menransfer kepribadian sosok seorang panutan. Selagi
guru menyampaikan materi dan teori yang sudah digariskan dalam kurikulum, waktu
8 jam sudah berlalu. Hal ini membuat guru tidak lagi fokus memperhatikan
perkembangan kepribadian dan budi pekerti anak. Selain itu, jumlah siswa
tidaklah sedikit. Dari sini bisa kita bayangkan betapa sempitnya kemungkina
transfer kepribadian itu bisa berjalan maksimal.
Lalu
bagaimana dengan peran orang tua? Orang tua, khusunya di pedesaan, sering kali
tidak peduli dengan perkembangan kecerdasan anak. Orang tua sering kali abai
terhadap perkembangan anak baik kecerdasan akademis maupun kecerdasan
berperilaku. Padahal justru di sini orang tua harus berperan dominan. Dominasi
peran orang tua sudah selayaknya terwujud mengingat waktu anak di rumah lebih
panjang dibanding ketika di sekolah.
Berdasarkan
pandangan di atas, peran orang tua menjadi sangat jelas. Sementara guru
bertugas mencerdaskan anak dalam sisi akademis, maka seharusnya orang tua
bertugas mencerdaskan kepribadian anak. Orang tua mengajarkan bagaimana menjadi
insan yang baik di mata masyarakat maupun di mata Tuhan. Kemudian guru bertugas
menyuapai serentetan teori sebagai bekal kelak bertahan hidup dan menghadapi
kemajuan zaman. Selain itu, tugas lebih orang tua adalah menemani belajar
ketika anak belajar di rumah. Dari sini, orang tua bisa menularkan
kepribadian positif kepada anak. Lebih lanjut, orang tua
hendaklah menjadi sosok yang mampu dijadikan “idola”. Hal ini menjadi penting
karena orang tua akan sangat ditiru oleh anak baik dari sisi akademis maupun
berperilaku. Maka, kita sering mendengar jargon “buah jatuh tidak jauh dari
pohonnya”.