Kamis, 07 Maret 2013

Mental Blocking: Hambatan dalam Mendapatkan Jodoh

/42/
Mental Blocking: Hambatan dalam Mendapatkan Jodoh

Salah satu faktor penghambat dalam mencari/ mendapatkan jodoh adalah "mental blocking". Mental blocking merupakan sistim di dalam hati dan pikiran (alam bawah sadar) yang menutup dan merintangi jalan untuk mendapatkan jodoh bagi seseorang. Mental blocking di antaranya adalah:
1. Tidak akan berumah tangga sebelum mapan
2. Tidak akan berumah tangga sebelum menyelesaikan studi
3. Ingin fokus membiayai adik-adik dan keluarga terlebih dahulu
4. Adanya trauma masa lalu atau dari fenomena sekitar
5. Cemas dan khawatir meninggalkan ibu atau ayah jika telah berumah tangga nanti
6. Takut dan cemas tidak sanggup membiayai rumah tangga
7. Takut dan khawatir tidak sanggup membahagiakan keluarga
8. Khawatir tidak mendapat kebebasan dari suami seperti yang didapat selama ini
9. Takut dinilai orang lain bahwa pasangannya kurang pantas (kurang tampan/ cantik, kurang kaya dsb)
10. Mendambakan sosok yang terlalu sempurna (padahal belum tentu pantas mendapatkan yang sempurna)
11. Menghormati kakak yang belum menemukan jodohnya

*NB: Hal-hal tersebut hanya sebagian faktor, mungkin masih banyak faktor-faktor yang lain.

Minggu, 03 Maret 2013

PNS: Pegawai Nonton Sepakbola

/41/ 
PNS: Pegawai Nonton Sepakbola
Di Bantul baru-baru ini muncul pemberitaan tentang wacana "PNS beli tiket Rp15.000,00 untuk bantu PERSIBA". Wacana ini muncul karena persiba pada tahun-tahun sebelumnya "ber-Plat merah" untuk mengarungi kompetisi. Namun, adanya aturan terbaru membuat hal itu tidak mungkin lagi dilakukan.

Nah, sekarang kembali lagi ke wacana di atas. Kita berandai-andai. Jumlah PNS di Bantul ada lebih dari 13.000 orang. Jika 13.000 x Rp15.000,00 = Rp195.000.000,00. Jumlah tersebut estimasi untuk satu kali pembelian tiket. Sekarang, bisa dibayangkan seandainya di setiap bulan PNS diharuskan membeli tiket, tentu jumlahnya "wow". Kemudian muncul dipikiran saya "sayangnya langkah yang sangat cerdas itu untuk membiayai klub sepak bola yang pengaruh dan manfaatnya tidak bisa dinikmati semua kalangan masyarakat. Seandainya saja, kebijakan itu dialihkan untuk kepentingan mensejahterakan masyarakat misalnya pendidikan, kesehatan, dan membangun sarana serta fasilitas publik".

Akhir kata, saya juga penggemar bola dan seorang paserbumi sejati. Terkait kebijakan tersebut, akan lebih "syahdu" apabila PNS diharuskan membeli tiket seharga Rp10.000,00 plus Rp10.000,00 lagi untuk mensejahteakan masyarakat secara umum sebagai bentuk tambahan pemasukan daerah. Jadi, PNS menyumbang Rp20.000,00. Dengan demikian, kebijakan lebih terasa seimbang. Saya yakin uang Rp20.000,00 itu tidak akan membuat seorang PNS jatuh miskin. Lagi pula, gaji mereka juga dari masyarakat.