Senin, 13 Mei 2013

“SPEAKING”, FAKTOR PENENTU PEMAKAIAN RAGAM BAHASA

/50/



“SPEAKING”, FAKTOR PENENTU PEMAKAIAN RAGAM BAHASA
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

Di dalam setiap peristiwa interaksi verbal atau proses komunikasi, selalu terdapat beberapa komponen yang memiliki peranan dan terlibat dalam peristiwa tersebut. Bell (1976: 75) menyatakan secara tradisional terdapat tiga  komponen yang  telah lama diakui sebagai komponen utama dari sebuah peristiwa atau situasi komunikasi yaitu: penutur (speaker), lawan tutur (hearer), dan topik pembicaraan. Dengan kata lain, di dalam setiap proses komunikasi yang terjadi antara penutur dan lawan tutur terjadi juga apa yang disebut peristiwa tutur atau peristiwa bahasa (speech event).
Dalam rangka untuk menggambarkan dan menganalisis komunikasi, Hymes membagi ke dalam tiga unit analisis, meliputi situasi (situation), peristiwa (event), dan tindak (act). Situasi komunikatif (communicative situation) merupakan konteks di mana komunikasi terjadi seperti upacara, perkelahian, perburuan, pembelajaran di dalam ruang kelas, konferensi, pesta, dan lain sebagainya. Peristiwa komunikatif (communicative event) merupakan unit dasar untuk sebuah tujuan deskriptif komunikasi yang sama meliputi: topik yang sama, peserta yang sama, ragam bahasa yang sama. Tindak komunikatif (communicative act) umumnya berbatasan dengan fungsi tunggal interaksional, seperti pernyataan referensial, permintaan, atau perintah, yang mungkin berupa tindak verbal atau tindak nonverbal (Muriel, 2003: 23-24). Seperti diilustrasikan dalam gambar berikut ini:











Peristiwa tutur adalah sebuah aktifitas berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 2010: 47). Dengan kata lain, tidak dapat dikatakan bahwa dalam setiap proses komunikasi pasti terjadi juga peristiwa tutur atau peristiwa bahasa.
Interaksi yang berlangsung antara seorang pedagang pasar dan pembeli pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Hal yang sama juga terjadi dan kita dapati dalam acara diskusi, di ruang kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Hymes membedakan antara peristiwa tutur dan tindak tutur. Hymes berpendapat bahwa peristiwa tutur  (speech event) terjadi dalam sebuah konteks nonverbal. Hymes lebih lanjut membahas peristiwa tutur dan menunjukkan bahwa berbagai komponen harus disertakan dalam deskripsi etnografis komprehensif tindak tutur. Klasifikasi yang ia usulkan dikenal sebagai SPEAKING, di mana setiap huruf dalam akronim tersebut adalah singkatan untuk komponen komunikasi yang berbeda. Tabel di bawah ini menunjukkan komponen ini dengan definisi singkat dari masing-masing.
Tabel 1: PenjelasaN Akronim SPEAKING
S
Situation
·     Setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung.
·     Scene mengacu pada situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan.
Waktu, tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda sebagai contoh berbicara dilapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan dalam situasi ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu orang banyak membaca dan dalam keadaan sunyi.
P
Participants
Merujuk pada pihak-pihak yang teribat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima.
Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya anak akan mengguakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bla berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman sebayanya.
E
Ends
Merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan.
Peristiwa tutur yang terjadi di ruang sidang pengadilan berkamsud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara; namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberkan keputusan yang adil.


A
Act Sequences
Mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran.
·     Bentuk ujaran berkenaan dengan dengan kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya.
·      Isi Ujaran berkenaan dengan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
Bentuk dan isi ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta berbeda.
K
Key
Mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan.
Dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek dan sebagainya. Atau dapat ditunjukkan juga dengan gerak tubuh dan isyarat.
I
Instrumentalities
Mengacu pada jalur bahasa yang digunakan dan juga mengacu pada kode ujaran yang digunakan.
Jalur tulisan, lisan, melalui telegraf atau telepon, bahasa, dialek, fragam atau register.
N
Norms
Mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan juga mengacu pada penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.
Berhubungan dengan cara berinterupsi, cara bertanya, dan sebagainya
G
Genres
Mengacu pada jenis bentuk penyampaian
Narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Sumber Referensi:
 
Bell, T. Roger. 1976. Sociolingistics: Goals, Approaches and Problems. London: B.T. Batsford Ltd.

Chaer, Abdul., Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Saville, Muriel., Troike. 2003. The Ethnography of Communication: An Introdution (Third Edition). London: Blackwell Publishing.

RAGAM BAHASA: VARIASI BAHASA BERDASARKAN GAYA/ STYLE oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

/49/



RAGAM BAHASA: VARIASI BAHASA BERDASARKAN GAYA/ STYLE
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

Kedekatan hubungan seseorang dengan orang lain dapat kita lihat dari percakapan mereka. Dari Percakapan mereka, tentu kita dapat melihat gaya/ style yang digunakan sehingga kita bisa menarik kesimpulan sedekat apa hubungan mereka. Selain kedekatan hubungan, kita juga bisa melihat hubungan kekerabatan apakah yang terjalin di antara mereka. Apakah sebagai sahabat, pacar, bos dan karyawan, orang tua dan anak, atau yang lain. Berdasarkan melihat gaya bahasa dalam percapakan pula kita bisa mengetahui dalam konteks apa mereka berbincang, apakah resmi, sekadar curhat, dalam proses negosiasi barang, atau yang lain.
Berdasarkan ilustrasi di atas, tentu kita bertanya-tanya. Jika demikian, lalu apa yang dimaksud dengan gaya bahasa atau style? Martin Joos (melalui Machali, 2009:52) menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah ragam bahasa yang disebabkan adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joss (melalui Abdul Chaer, 2004:70) membedakan variasi bahasa menjadi lima tingkat, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).

a.      Ragam Beku (Frozen)
Ragam ini merupakan variasi bahasa yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khutbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris, dan surat keputusan. Variasi ini disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis, ragam ini dapat kita temui pada dokumen-dokumen sejarah, undang-undang dasar, akta notaris, naskah perjanjian jual beli dan surat sewa menyewa.
Bahasa yang digunakan dalam ragam ini berciri sangat formal. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh begitu saja mengubah, karena memang sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, bahasa beku sudah lazim digunakan dan sudah terpatri lama sehingga sulit sekali diubah. Bentuk ragam beku ini memiliki ciri kalimatnya panjang-panjang, tidak mudah dipotong atau dipenggal, dan sulit sekali dikenai ketentuan tata tulis dan ejaan standar. Bentuk ragam beku yang seperti ini menuntut penutur dan pendengar untuk serius dan memperhatikan apa yang ditulis atau dibicarakan.

b.      Ragam Resmi (Formal)
Variasi ini biasanya digunakan dalam pidato-pidato kenegaraan, rapat-rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, makalah, karya ilmiah, dan sebagainya. Pola dan kaidah bahasa resmi sudah ditetapkan secara standar dan mantap. Contoh variasi resmi dalam pembicaraan misalnya dalam acara peminangan, kuliah, pembicaraan seseorang dengan dekan di kantornya. Pembicaraan ketika seorang mahasiswa menghadap dosen atau pejabat struktural tertentu di kampus juga merupakan contoh ragam ini. Karakteristik kalimat dalam ragam ini yaitu lebih lengkap dan kompleks, menggunakan pola tata bahasa yang tepat dan juga kosa kata standar atau baku.

c.       Ragam Usaha (Konsultatif)
Variasi ini lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan bahwa ragam ini merupakan ragam yang paling operasional. Ragam ini tingkatannya berada antara ragam formal dan ragam santai.

d.      Ragam Santai (Kasual)
Ragam ini merupakan variasi yang biasa digunakan dalam situasi yang tidak resmi seperti berbincang-bincang dengan keluarga ketika berlibur, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Pada ragam ini banyak digunakan bentuk alegro atau ujaran yang dipendekkan. Unsur kata-kata pembentuknya baik secara morfologis maupun sintaksis banyak diwarnai bahasa daerah.

e.       Ragam Akrab (Intim)
Variasi bahasa ini digunakan oleh penutur dan petutur yang memiliki hubungan sangat akrab dan dekat seperti dengan anggota keluarga atau sahabat karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaann bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan artikulasi tidak jelas. Pembicaraan ini terjadi antarpartisipan yang sudah saling mengerti dan memiliki pengetahuan yang sama.

SUMBER REFERENSI

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: KAIFA.


RAGAM BAHASA: VARIASI BAHASA BERDASARKAN GAYA/ STYLE oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

/49/



RAGAM BAHASA: VARIASI BAHASA BERDASARKAN GAYA/ STYLE
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

Kedekatan hubungan seseorang dengan orang lain dapat kita lihat dari percakapan mereka. Dari Percakapan mereka, tentu kita dapat melihat gaya/ style yang digunakan sehingga kita bisa menarik kesimpulan sedekat apa hubungan mereka. Selain kedekatan hubungan, kita juga bisa melihat hubungan kekerabatan apakah yang terjalin di antara mereka. Apakah sebagai sahabat, pacar, bos dan karyawan, orang tua dan anak, atau yang lain. Berdasarkan melihat gaya bahasa dalam percapakan pula kita bisa mengetahui dalam konteks apa mereka berbincang, apakah resmi, sekadar curhat, dalam proses negosiasi barang, atau yang lain.
Berdasarkan ilustrasi di atas, tentu kita bertanya-tanya. Jika demikian, lalu apa yang dimaksud dengan gaya bahasa atau style? Martin Joos (melalui Machali, 2009:52) menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah ragam bahasa yang disebabkan adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam hubungan antara pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joss (melalui Abdul Chaer, 2004:70) membedakan variasi bahasa menjadi lima tingkat, yaitu ragam beku (frozen), ragam resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).

a.      Ragam Beku (Frozen)
Ragam ini merupakan variasi bahasa yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi khidmat dan upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khutbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris, dan surat keputusan. Variasi ini disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis, ragam ini dapat kita temui pada dokumen-dokumen sejarah, undang-undang dasar, akta notaris, naskah perjanjian jual beli dan surat sewa menyewa.
Bahasa yang digunakan dalam ragam ini berciri sangat formal. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh begitu saja mengubah, karena memang sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, bahasa beku sudah lazim digunakan dan sudah terpatri lama sehingga sulit sekali diubah. Bentuk ragam beku ini memiliki ciri kalimatnya panjang-panjang, tidak mudah dipotong atau dipenggal, dan sulit sekali dikenai ketentuan tata tulis dan ejaan standar. Bentuk ragam beku yang seperti ini menuntut penutur dan pendengar untuk serius dan memperhatikan apa yang ditulis atau dibicarakan.

b.      Ragam Resmi (Formal)
Variasi ini biasanya digunakan dalam pidato-pidato kenegaraan, rapat-rapat dinas, surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, makalah, karya ilmiah, dan sebagainya. Pola dan kaidah bahasa resmi sudah ditetapkan secara standar dan mantap. Contoh variasi resmi dalam pembicaraan misalnya dalam acara peminangan, kuliah, pembicaraan seseorang dengan dekan di kantornya. Pembicaraan ketika seorang mahasiswa menghadap dosen atau pejabat struktural tertentu di kampus juga merupakan contoh ragam ini. Karakteristik kalimat dalam ragam ini yaitu lebih lengkap dan kompleks, menggunakan pola tata bahasa yang tepat dan juga kosa kata standar atau baku.

c.       Ragam Usaha (Konsultatif)
Variasi ini lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan bahwa ragam ini merupakan ragam yang paling operasional. Ragam ini tingkatannya berada antara ragam formal dan ragam santai.

d.      Ragam Santai (Kasual)
Ragam ini merupakan variasi yang biasa digunakan dalam situasi yang tidak resmi seperti berbincang-bincang dengan keluarga ketika berlibur, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Pada ragam ini banyak digunakan bentuk alegro atau ujaran yang dipendekkan. Unsur kata-kata pembentuknya baik secara morfologis maupun sintaksis banyak diwarnai bahasa daerah.

e.       Ragam Akrab (Intim)
Variasi bahasa ini digunakan oleh penutur dan petutur yang memiliki hubungan sangat akrab dan dekat seperti dengan anggota keluarga atau sahabat karib. Ragam ini ditandai dengan penggunaann bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan artikulasi tidak jelas. Pembicaraan ini terjadi antarpartisipan yang sudah saling mengerti dan memiliki pengetahuan yang sama.

SUMBER REFERENSI

Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: KAIFA.