“SPEAKING”,
FAKTOR PENENTU PEMAKAIAN RAGAM BAHASA
oleh
Rahmat Hidayat, S.Pd.
Di dalam setiap
peristiwa interaksi verbal atau proses komunikasi, selalu terdapat beberapa
komponen yang memiliki peranan dan terlibat dalam peristiwa tersebut. Bell
(1976: 75) menyatakan secara tradisional terdapat tiga komponen yang
telah lama diakui sebagai komponen utama dari sebuah peristiwa atau
situasi komunikasi yaitu: penutur (speaker),
lawan tutur (hearer), dan topik
pembicaraan. Dengan kata lain, di dalam setiap proses komunikasi yang terjadi
antara penutur dan lawan tutur terjadi juga apa yang disebut peristiwa tutur
atau peristiwa bahasa (speech event).
Dalam rangka untuk
menggambarkan dan menganalisis komunikasi, Hymes membagi ke dalam tiga unit
analisis, meliputi situasi (situation),
peristiwa (event), dan tindak (act). Situasi komunikatif (communicative situation) merupakan
konteks di mana komunikasi terjadi seperti upacara, perkelahian, perburuan, pembelajaran
di dalam ruang kelas, konferensi, pesta, dan lain sebagainya. Peristiwa
komunikatif (communicative event)
merupakan unit dasar untuk sebuah tujuan deskriptif komunikasi yang sama
meliputi: topik yang sama, peserta yang sama, ragam bahasa yang sama. Tindak
komunikatif (communicative act)
umumnya berbatasan dengan fungsi tunggal interaksional, seperti pernyataan
referensial, permintaan, atau perintah, yang mungkin berupa tindak verbal atau
tindak nonverbal (Muriel, 2003: 23-24). Seperti diilustrasikan dalam gambar
berikut ini:
Peristiwa tutur adalah
sebuah aktifitas berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran
atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan
satu pokok tuturan, dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu (Chaer, 2010: 47).
Dengan kata lain, tidak dapat dikatakan bahwa dalam setiap proses komunikasi
pasti terjadi juga peristiwa tutur atau peristiwa bahasa.
Interaksi yang
berlangsung antara seorang pedagang pasar dan pembeli pada waktu tertentu
dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa
tutur. Hal yang sama juga terjadi dan kita dapati dalam acara diskusi, di ruang
kuliah, rapat dinas di kantor, sidang di pengadilan, dan sebagainya.
Hymes membedakan antara
peristiwa tutur dan tindak tutur. Hymes berpendapat bahwa peristiwa tutur (speech
event) terjadi dalam sebuah konteks nonverbal. Hymes lebih lanjut membahas
peristiwa tutur dan menunjukkan bahwa berbagai komponen harus disertakan dalam
deskripsi etnografis komprehensif tindak tutur. Klasifikasi yang ia usulkan
dikenal sebagai SPEAKING, di mana
setiap huruf dalam akronim tersebut adalah singkatan untuk komponen komunikasi
yang berbeda. Tabel di bawah ini menunjukkan komponen ini dengan definisi
singkat dari masing-masing.
Tabel
1: PenjelasaN Akronim SPEAKING
S
|
Situation
|
·
Setting berkenaan
dengan waktu dan tempat tutur berlangsung.
·
Scene mengacu pada
situasi tempat dan waktu atau situasi psikologis pembicaraan.
|
Waktu,
tempat, dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi
bahasa yang berbeda sebagai contoh berbicara dilapangan sepak bola pada waktu
ada pertandingan dalam situasi ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di
ruang perpustakaan pada waktu orang banyak membaca dan dalam keadaan sunyi.
|
P
|
Participants
|
Merujuk
pada pihak-pihak yang teribat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar,
penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima.
|
Status
sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya
anak akan mengguakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bla berbicara dengan
orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara dengan teman
sebayanya.
|
E
|
Ends
|
Merujuk
pada maksud dan tujuan pertuturan.
|
Peristiwa
tutur yang terjadi di ruang sidang pengadilan berkamsud untuk menyelesaikan
suatu kasus perkara; namun para partisipan di dalam peristiwa tutur itu
mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa,
pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim
berusaha memberkan keputusan yang adil.
|
A
|
Act Sequences
|
Mengacu
pada bentuk ujaran dan isi ujaran.
·
Bentuk ujaran berkenaan dengan dengan kata yang
digunakan, bagaimana penggunaannya.
·
Isi Ujaran
berkenaan dengan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan.
|
Bentuk
dan isi ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta
berbeda.
|
K
|
Key
|
Mengacu
pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan.
|
Dengan
senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek
dan sebagainya. Atau dapat ditunjukkan juga dengan gerak tubuh dan isyarat.
|
I
|
Instrumentalities
|
Mengacu
pada jalur bahasa yang digunakan dan juga mengacu pada kode ujaran yang
digunakan.
|
Jalur
tulisan, lisan, melalui telegraf atau telepon, bahasa, dialek, fragam atau
register.
|
N
|
Norms
|
Mengacu
pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan juga mengacu pada penafsiran
terhadap ujaran dari lawan bicara.
|
Berhubungan
dengan cara berinterupsi, cara bertanya, dan sebagainya
|
G
|
Genres
|
Mengacu
pada jenis bentuk penyampaian
|
Narasi,
puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.
|
Sumber Referensi:
Bell, T. Roger.
1976. Sociolingistics: Goals, Approaches
and Problems. London: B.T. Batsford Ltd.
Chaer, Abdul.,
Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Saville,
Muriel., Troike. 2003. The Ethnography of
Communication: An Introdution (Third Edition). London: Blackwell
Publishing.