RAGAM BAHASA: VARIASI BAHASA BERDASARKAN GAYA/ STYLE
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.
Kedekatan hubungan seseorang dengan orang lain dapat kita lihat dari
percakapan mereka. Dari Percakapan mereka, tentu kita dapat melihat gaya/ style yang digunakan sehingga kita bisa
menarik kesimpulan sedekat apa hubungan mereka. Selain kedekatan hubungan, kita
juga bisa melihat hubungan kekerabatan apakah yang terjalin di antara mereka.
Apakah sebagai sahabat, pacar, bos dan karyawan, orang tua dan anak, atau yang
lain. Berdasarkan melihat gaya bahasa dalam percapakan pula kita bisa
mengetahui dalam konteks apa mereka berbincang, apakah resmi, sekadar curhat,
dalam proses negosiasi barang, atau yang lain.
Berdasarkan ilustrasi di atas, tentu kita bertanya-tanya. Jika demikian,
lalu apa yang dimaksud dengan gaya bahasa atau style? Martin
Joos (melalui
Machali, 2009:52) menjelaskan bahwa gaya bahasa adalah ragam bahasa
yang disebabkan adanya perbedaan situasi berbahasa atau perbedaan dalam
hubungan antara pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Berdasarkan
tingkat keformalannya, Martin Joss (melalui Abdul Chaer, 2004:70) membedakan
variasi bahasa menjadi
lima tingkat,
yaitu ragam beku (frozen), ragam
resmi (formal), ragam usaha (konsultatif), ragam santai (casual), dan ragam akrab (intimate).
a.
Ragam Beku (Frozen)
Ragam ini
merupakan variasi bahasa yang paling formal dan digunakan dalam situasi-situasi
khidmat dan upacara-upacara resmi seperti upacara kenegaraan, khutbah di
masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab, undang-undang, akta notaris, dan
surat keputusan. Variasi ini disebut ragam beku karena pola dan kaidahnya sudah
ditetapkan secara mantap dan tidak boleh diubah. Dalam bentuk tertulis, ragam ini dapat kita
temui pada dokumen-dokumen sejarah, undang-undang dasar, akta notaris, naskah
perjanjian jual beli dan surat sewa menyewa.
Bahasa
yang digunakan dalam ragam ini berciri sangat
formal. Oleh karena itu, seseorang tidak boleh begitu saja mengubah, karena
memang sudah ditetapkan sesuai ketentuan yang berlaku. Selain itu, bahasa beku
sudah lazim digunakan dan sudah terpatri lama sehingga sulit sekali diubah. Bentuk ragam beku ini
memiliki ciri kalimatnya panjang-panjang, tidak mudah dipotong atau dipenggal,
dan sulit sekali dikenai ketentuan tata tulis dan ejaan standar. Bentuk ragam
beku yang seperti ini menuntut penutur dan pendengar untuk serius dan
memperhatikan apa yang ditulis atau dibicarakan.
b.
Ragam Resmi (Formal)
Variasi
ini biasanya digunakan dalam pidato-pidato kenegaraan, rapat-rapat dinas,
surat-menyurat dinas, ceramah keagamaan, buku-buku pelajaran, makalah, karya
ilmiah, dan sebagainya. Pola dan kaidah bahasa resmi sudah ditetapkan secara
standar dan mantap. Contoh variasi resmi dalam pembicaraan misalnya dalam acara
peminangan, kuliah, pembicaraan seseorang dengan dekan di kantornya.
Pembicaraan ketika seorang mahasiswa menghadap dosen atau pejabat struktural
tertentu di kampus juga merupakan contoh ragam ini. Karakteristik kalimat dalam
ragam ini yaitu lebih lengkap dan kompleks, menggunakan pola tata bahasa yang
tepat dan juga kosa kata standar atau baku.
c.
Ragam Usaha
(Konsultatif)
Variasi
ini lazim digunakan dalam pembicaraan biasa di sekolah, rapat-rapat, atau
pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan
bahwa ragam ini merupakan ragam yang paling operasional. Ragam ini tingkatannya
berada antara ragam formal dan ragam santai.
d.
Ragam Santai (Kasual)
Ragam ini
merupakan variasi yang biasa digunakan dalam situasi yang tidak resmi seperti berbincang-bincang
dengan keluarga ketika berlibur, berolah raga, berekreasi, dan sebagainya. Pada
ragam ini banyak digunakan bentuk alegro atau ujaran yang dipendekkan. Unsur
kata-kata pembentuknya baik secara morfologis maupun sintaksis banyak diwarnai
bahasa daerah.
e.
Ragam Akrab (Intim)
Variasi
bahasa ini digunakan oleh penutur dan petutur yang memiliki hubungan sangat
akrab dan dekat seperti dengan anggota keluarga atau sahabat karib. Ragam ini
ditandai dengan penggunaann bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek, dan
artikulasi tidak jelas. Pembicaraan ini terjadi antarpartisipan yang sudah
saling mengerti dan memiliki pengetahuan yang sama.
SUMBER REFERENSI
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina. 2004. Sosiolinguistik:
Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Machali, Rochayah. 2009. Pedoman bagi Penerjemah. Bandung: KAIFA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar