Minggu, 21 Oktober 2012

/21/
Perkembangan anak: guru vs orang tua


Guru merupakan akronim dari konsep pemikiran orang Jawa digugu lan ditiru. Menjadi sosok yang digugu lan ditiru membuat beban seorang guru menjadi tidak mudah. Digugu menjadi perwakilan yang menggambarkan ilmu-ilmu yang ditransfer hendaklah diperhatikan dan kemudian diamalkan oleh siswa. Sementara itu, ditiru menjadi perwakilan yang menggambarkan sosok kepribadian guru yang sempurna sehingga patut dicontoh. Sosok yang dapat digugu lan ditiru seolah merupakan gambaran sosok yang tepat untuk diberi amanat untuk mencerdaskan anak. Namun, apakah di zaman yang berkembang ini sosok guru harus menanggung beban yang sedemikian berat?
            Guru pada zaman sekarang menjelma sebagai orang yang hanya bertugas menransfer ilmu kepada anak. Hal ini bergeser dari konsep digugu lan ditiru pada masa lampau. Namun, memang itu yang menjadi prioritas tugas seorang guru. Waktu anak yang tidak lebih dari 8 jam di sekolah membuat guru tidak mampu untuk banyak menransfer kepribadian sosok seorang panutan. Selagi guru menyampaikan materi dan teori yang sudah digariskan dalam kurikulum, waktu 8 jam sudah berlalu. Hal ini membuat guru tidak lagi fokus memperhatikan perkembangan kepribadian dan budi pekerti anak. Selain itu, jumlah siswa tidaklah sedikit. Dari sini bisa kita bayangkan betapa sempitnya kemungkina transfer kepribadian itu bisa berjalan maksimal.
            Lalu bagaimana dengan peran orang tua? Orang tua, khusunya di pedesaan, sering kali tidak peduli dengan perkembangan kecerdasan anak. Orang tua sering kali abai terhadap perkembangan anak baik kecerdasan akademis maupun kecerdasan berperilaku. Padahal justru di sini orang tua harus berperan dominan. Dominasi peran orang tua sudah selayaknya terwujud mengingat waktu anak di rumah lebih panjang dibanding ketika di sekolah.
            Berdasarkan pandangan di atas, peran orang tua menjadi sangat jelas. Sementara guru bertugas mencerdaskan anak dalam sisi akademis, maka seharusnya orang tua bertugas mencerdaskan kepribadian anak. Orang tua mengajarkan bagaimana menjadi insan yang baik di mata masyarakat maupun di mata Tuhan. Kemudian guru bertugas menyuapai serentetan teori sebagai bekal kelak bertahan hidup dan menghadapi kemajuan zaman. Selain itu, tugas lebih orang tua adalah menemani belajar ketika anak belajar di rumah. Dari sini, orang tua bisa menularkan kepribadian  positif  kepada anak. Lebih lanjut, orang tua hendaklah menjadi sosok yang mampu dijadikan “idola”. Hal ini menjadi penting karena orang tua akan sangat ditiru oleh anak baik dari sisi akademis maupun berperilaku. Maka, kita sering mendengar jargon “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar