Selasa, 11 Juni 2013

PENGERTIAN, FAKTOR PENYEBAB, DAN AKIBAT YANG DITIMBULKAN KONTAK BAHASA

/52/


PENGERTIAN, FAKTOR PENYEBAB, 
DAN AKIBAT YANG DITIMBULKAN KONTAK BAHASA
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

A.  Pengertian Kontak Bahasa
Thomason (2001: 1) menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah peristiwa penggunaan lebih dari satu bahasa dalam tempat dan waktu yang sama. Penggunaan bahasa ini tidak menuntut penutur untuk berbicara dengan lancar sebagai dwibahasawan atau multibahasawan, namun terjadinya komunikasi antara penutur dua bahasa yang berbeda pun sudah dikategorikan sebagai peristiwa kontak bahasa. Sebagai contoh, ketika dua kelompok wisatawan saling meminjamkan alat masak selama dua atau tiga jam, mereka pasti akan berusaha untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Peristiwa komunikasi ini, meskipun mungkin dalam bentuk yang sangat sederhana, sudah masuk dalam kategori kontak bahasa.

B.  Faktor Penyebab Kontak Bahasa
Thomason (2001: 17-21) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kontak bahasa dapat dikelompokan menjadi lima, yaitu :
1.    Adanya dua kelompok yang berpindah ke daerah yang tak berpenghuni kemudian mereka bertemu di sana.
2.    Perpindahan satu kelompok ke wilayah kelompok lain.
3.    Adanya praktek pertukaran buruh secara paksa.
4.    Adanya hubungan budaya yang dekat antarsesama tetangga lama.
5.    Adanya pendidikan atau biasa disebut ‘kontak belajar’.

C.  Akibat Kontak Bahasa
Kontak bahasa berhubungan erat dengan terjalinnya kegiatan sosial dalam masyarakat terbuka yang menerima kedatangan anggota dari satu atau lebih masyarakat lain. Thomason (2001:157) mengatakan bahwa adanya lingua franca menyebabkan terjadinya kontak bahasa. Lebih jauh lagi, Thomason menyatakan bahwa tiga hal akibat percampuran bahasa memunculkan bahasa pidgins, creol, dan bahasa bilingual campuran. Fenomena tersebut merupakan fenomena yang saling terpisah, hanya saja untuk pidgin dan creol, dua hal tersebut terjadi secara alami bersama-sama.
Thomason (2001: 158) menyampaikan bahwa bahasa-bahasa yang mengalami kontak tidak harus selalu menjadi lingua franca. Pidgin dan kreol muncul dalam konteks dimana orang-orang dari latar belakang linguistik yang berbeda perlu mengadakan pembicaraan secara teratur, inilah asal muasal lingua franca; sedangkan bahasa bilingual campuran merupakan golongan bahasa tersendiri yang bukan merupakan bahasa dari pergaulan luas.

Apa itu pidgin dan kreol?
Thomason (2001:159) menjelaskan bahwa pidgin secara tradisional adalah bahasa yang muncul dalam kontak situasi baru yang melibatkan lebih dari dua kelompok kebahasaan. Kelompok-kelompok ini tidak memiliki satupun bahasa yang diketahui secara luas diantara kelompok-kelompok yang saling terkontak. Mereka perlu berkomunikasi secara teratur, namun untuk tujuan yang terbatas, misalnya perdagangan. Dari beberapa kombinasi alasan ekonomi, sosial dan politik, mereka tidak mempelajari bahasa yang digunakan oleh masing-masing kelompok, melainkan hanya mengembangkan pidgin dengan kosakata yang secara khusus digambarkan (meskipun tidak selalu) dari salah satu bahasa yang mengalami kontak. Tata bahasa pidgin tidak berasal dari salah satu bahasa manapun, melainkan merupakan sejenis kompromi persilangan tata bahasa dari bahasa-bahasa yang terkontak, dengan sedikit terpengaruh dari pembelajaran bahasa kedua, secara khusus kemudahan belajar membantu menentukan struktur kebahasaan pidgin.
Pandangan-pandangan mengenai pidgin di atas membawa beberapa implikasi, yaitu bahwa pidgin tidak memiliki penutur asli: pidgin selalu digunakan sebagai bahasa kedua (atau ketiga, atau keempat, atau...) dan secara khusus digunakan untuk tujuan terbatas bagi komunikasi antarkelompok. Implikasi yang kedua, yaitu bahwa pidgin mempunyai lebih sedikit bahan atau materi linguistik dibandingkan bahasa nonpidgin – lebih sedikit kata, serta tata bahasa dan sumber gaya dalam sintak dan wacana yang terbatas.Contoh pidginisasi terjadi pada kontak bahasa pada bahasa Bali, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris dalam kawasan pariwisata di Bali.
Selanjutnya creol, creol sangat kontras dengan pidgin, dimana creol mempunyaipenutur asli dalam komunitas ujaran. Seperti pidgin, creol berkembang dalam kontak situasi yang didalamnya melibatkan lebih dari dua bahasa. Creol secara khusus menggambarkan leksikonnya, namun tidak tata bahasanya. Grammar creol sama seperti pidgin yang berasal dari persilangan bahasa yang dikompromikan oleh kreator, seseorang yang mungkin atau tidak mungkin memasukkan penutur asli dari bahasa lexfier. Pada kenyataan beberapa bahasa creol merupakan penutur asli pidgin.
Thomason (2001: 198) juga menyebutkan bahwa akibat lain dari adanya kontak bahasa adalah bahasa bilingual campuran (bilingual mixed languages). Pengistilahan ini merujuk pada fakta bahwa bahasa tersebut diciptakan oleh dwibahasawan, hanya saja agak sedikit melenceng karena pada dasarnya tidak ada batasan berapa jumlah bahasa yang bisa digabungkan untuk membentuk bahasa bilingual campuran ini. Oleh sebab itu, tidak ada alasan mengapa multibahasawan tidak dapat membentuk sebuah bahasa campuran dengan menggambarkan pada tiga atau lebih bahasa yang mereka tuturkan, meskipun Thomason juga mengatakan bahwa dia tidak tahu satupun bahasa campuran yang stabil dimana semua komponennya tergambar dari lebih dari dua bahasa.
Chaer dan Agustina (2010: 84) berpendapat bahwa peristiwa-peristiwa kebahasaan yang mungkin terjadi sebagai akibat adanya kontak bahasa adalah peristiwa bilingualisme, diglosia, alih kode, campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa. Berikutnya kita akan membahas satu-persatu peristiwa tersebut.
1.    Bilingualisme
Spolsky menyebutkan bahwa bilingualisme ialah ketika seseorang telah menguasai bahasa pertama dan bahasa keduanya (45:1998). Sedangkan, Chaer (2007:65-66) menyampaiakan beberapa pendapat ahli sebagai berikut.
a.       Blomfield (1995) mengartikan bilingual sebagai penguasaan yang sama baiknya oleh seseorang terhadap dua bahasa.
b.      Weinrich (1968) menyebutkan bahwa bilungual merupakan pemakaian dua bahasa oleh seseorang secara bergantian; sedangkan
c.       Haugen (1966) mengartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan tuturan yang lengkap dan bermakna dalam bahasa lain yang bukan termasuk bahasa ibunya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dengan demikian bilingualisme merupakan penguasaan seseorang terhadap dua  bahasa atau lebih (bukan bahasa ibu) dengan sama baiknya. Bilingualisme terjadi pada penutur yang telah menguasai B1 (bahasa pertama) kemudian ia juga mampu berkomunikasi dengan B2 (bahasa kedua) secara bergantian seperti yang terjadi di Montreal.

2.    Diglosia
Ferguson (melalui Chaer dan Agustina, 2010: 92) menggunakan istilah diglosia untuk menyatakan keadaan suatu masyarakat di mana terdapat dua variasi dari satu bahasa yang hidup berdampingan dan masing-masing mempunyai peranan tertentu. Contoh dari bahasa Jawa terdapat bahasa Jawa Ngoko, Madya, dan Kromo.

3.    Alih kode
Alih kode merupakan peralihan dari kode yang satu ke kode yang lain, baik pada tataran antarbahasa, antarvarian (baik regional atau sosial), antarregister, antarragam, dan antargaya. Secara umum, alih kode adalah pergantian (peralihan) pemakaian dua bahasa atau lebih, beberapa variasi dari satu bahasa, atau beberapa gaya dari satu ragam bahasa. Apple (1976:79, melalui Chaer dan Agustina, 2010: 107-108) mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alihkode itu antarbahasa, Hymes (1875:103, melalui Chaer dan Agustina, 2010: 107-108) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam suatu bahasa. Sebagai contoh alih kode, penutur A dan B sedang bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa sunda kemudian datang C yang tidak mengerti bahasa sunda maka A dan B beralih kode dalam bahasa Indonesia yang juga dimengerti oleh C.

4.    Campur kode
Thelender (1976: 103, melalui Chaer dan Agustina, 2010: 115) mencoba menjelaskan mengenai alih kode dan campur kode. Bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Akan tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode bukan alih kode.

5.    Interferensi
Interferensi adalah penyimpangan norma bahasa masing-masing yang terjadi di dalam tuturan dwibahasawan (bilingualisme) sebagai akibat dari pengenalan lebih dari satu bahasa dan kontak bahasa itu sendiri. Interferensi meliputi interferensi fonologi, morfologi, leksikal, dan sintaksis. Contoh interferensi fonologi pada kata Bantul è mBantul. Interferensi morfologi pada kata terpukulè kepukul. Hal ini terinterferensi bahasa Indonesia oleh bahasa Jawa. Interferensi sintaksis pada kalimat di sini toko laris yang mahal sendiriètoko laris adalah toko yang paling mahal di sini. Interferensi leksikon pada kata kamanahèkemana (bahasa Indonesia terinterferensi bahasa Sunda).

6.    Integrasi
Integrasi merupakan bahasa dengan unsur-unsur pinjaman dari bahasa asing dipakai dan dianggap bukan sebagai unsur pinjaman, biasanya unsur pinjaman diterima dan dipakai masyarakat setelah terjadi penyesuaian tata bunyi atau tata kata dan melalui proses yang cukup lama. Contoh police dari bahasa Inggris yang telah diintegrasikan oleh masyarakat Malaysia menjadi polis, kata research juga telah diintegrasikan menjadi riset.

7.    Konvergensi
Secara singkat Chaer dan Agustina (2010: 130) menyatakan bahwa ketika sebuah kata sudah ada pada tingkat integrasi, maka artinya kata serapan itu sudah disetujui dan converged into the new language. Karena itu proses yang terjadi dalam integrasi ini lazim disebut dengan konvergensi. Contoh berikut proses konvergensi bahasa indonesia dan sebelah kanan bentuk aslinya.
Klonyoè eau de cologne                     sirsakè zuursak
Sopir è chauffeur                                researchè riset

8.    Pergesesan bahasa.
Pergeseran bahasa (language shift) menyangkut masalah penggunaan bahasa oleh seorang penutur atau sekelompok penutur yang bisa terjadi sebagai akibat perpindahan dari satu masyarakat tutur ke masyarakat tutur lain (Chaer dan Agustina, 2010: 142). Kalau seorang atau sekelompok orang penutur pindah ketempat lain yang menggunakan bahasa lain, dan bercampur dengan mereka maka akan terjadi pergeseran bahasa.  Contoh pergeseran bahasa Jakarta baru-baru ini telah membuka lapangan kerja bagi para lulusan SMK untuk ditempatkan pada pabrik di kawasan jabodetabek. Kemudian para pemuda yang berasal dari SMK diseluruh Indonesia berbondong untuk menjadi pekerja di pabrik tersebut. Para pemuda yang berasal dari berbagai daerah tersebut pasti akan mengalami kontak bahasa. Ketika mereka berbicara dengan penutur yang berasal dari daerah yang sama maka mereka menggunakan bahasa daerah, namun ketika berbicara bukan dengan penutur yang berasal dari daerah yang sama maka mereka menggunakan bahasa indonesia dialek jakarta. Dengan adanya peritiwa ini maka pergeseran bahasa sangat mungkin terjadi.

SUMBER REFERENSI

Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.

Thomason. G, Sarah.2001.Language Contact. Edinburg: Edinburg University Press Ltd.

1 komentar: