Selasa, 11 Juni 2013

HONORIFIK, BENTUK KESOPANAN BAHASA

/51/


HONORIFIK, BENTUK KESOPANAN BAHASA
oleh Rahmat Hidayat, S.Pd.

Kata ‘politeness’ dapat diartikan ‘kesopanan’. Meski sering disejajarkan dan dipasangkan, kata sopan dan kata santun memiliki arti yang berbeda. Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan kata sopan sebagai sifat hormat dan takzim serta tertib menurut adat yang baik. Sementara itu, kata santun berarti sifat halus dan baik budi bahasanya serta tingkah lakunya. Dengan demikian, sopan santun dapat diartikan sebagai sifat hormat, tertib pada norma yang berlaku, halus dan baik budi bahasa, serta baik perilakunya. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki sopan santun adalah seseorang yang hormat, tertib pada norma yang berlaku, halus dan baik budi bahasa, serta baik perilakunya.
Yatim (1983: 10) menjelaskan bahwa honorifik merupakan bentuk-bentuk kebahasaan yang digunakan untuk menyatakan rasa hormat dalam aturan-aturan yang bersifat psikologis dan kultural. Kridalaksana (2008: 85) mendefinisikan honorik sebagai suatu bentuk lingual yang dipakai untuk menyatakan penghormatan, yang dalam bahasa tertentu digunakan untuk menyapa orang lain. Bentuk lingual yang dimaksud bisa berupa aturan gramatikal yang kompleks seperti dalam bahasa Jepang yang ditandai adanya afiksasi. Sementara itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, honorifik berkenaan dengan penggunaan ungkapan penghormatan dalam bahasa untuk menyapa orang tertentu.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, bentuk honorifik dapat dikatakan sebagai bentuk untuk menyatakan sikap kesopanan dengan tujuan untuk menghormati lawan bicara. Lebih lanjut, Brown dan Levinson (1978, melalui Oktavianus, 2006: 102) menjelaskan bahwa di dalam setiap komunikasi yang dilakukan oleh para partisipan tidak hanya sekadar menyampaikan pesan, tetapi lebih dari itu berkomunikasi adalah juga memelihara hubungan sosial timbal balik antara penutur dan mitra tutur. Sebagai contoh, Wardaugh (1986: 267) mencontohkan honorifik dalam bahasa Jawa. Misalnya, untuk kata ‘makan’ dapat diwujudkan dengan kata ‘dhahar’ ataupun ‘nedha’ tergantung dari siapa lawan bicara.
 Untuk lebih jelasnya, berikut ada beberapa contoh honorik dari berbagai bahasa.
1.        Contoh Honorifik  dalam Bahasa Inggris:
Yule (1996: 60) mencontohkan honorifik dalam Bahasa Inggris sebagai berikut.
(a) Excuse me, Mr. Buckingham, but can I talk to you for a minute?
(b) Hey, Bucky, got a minute?
Kalimat (a) dianggap lebih sopan dan lebih memiliki rasa hormat yang tinggi dibandingkan kalimat (b) meski maksud dari kedua kalimat tanya tersebut sama.

2.        Contoh Honorifik dalam Bahasa Jawa:

Kowe arep lunga menyang ngendhi? (a)
Sampeyan ajeng kesah dhateng pundhi? (b)
Panjenengan badhe tindhak dhateng pundhi? (c)
Ketiga kalimat tanya tersebut memilik arti yang sama yaitu Kamu/ Anda mau pergi ke mana?. Namun, berdasarkan unda usuking basa (tataran bahasa jawa) tingkat kesopanan ketiga kalimat tersebut berbeda. Kalimat (c) dianggap paling sopan apabila dibandingkan dengan kalimat (b) dan (a). Sementara itu, kalimat (b) dianggap lebih sopan dibandingkan dengan kalimat (a). Dalam hal ini, honorifik dalam Bahasa Jawa sangat jelas bisa dilihat karena Bahasa Jawa mengenal aturan kebahasaan yang disebut  unda usuking basa. Aturan tersebut berupa tataran tingkatan kesopanan dan bentuk penghormatan yang bertumpu pada lawan bicara. Ngadiman (2011) menjelaskan bahwa secara garis besar, ada empat tataran Bahasa Jawa yaitu kasar, ngoko, madya, dan krama.
a.        Kasar
Basa jawa kasar adalah bahasa yang derajatnya paling rendah. Bahasa tingkat ini adalah bahasa sehari-hari yang dipergunakan oleh orang yang tidak berpendidikan yang tidak punya sopan santun sama sekali, orang yang sedang marah, atau orang yang meremehkan orang lain. Perampok atau penjahat lainnya ujaran yang dipakai Bahasa Jawa kasar, penuh dengan kosa kata seharian (kolokial) yang kasar, kosa kata tabu dan kasar. Nada bicara pemakai basa Jawa tidak lembut tetapi kasar dengan suara tinggi, dan dibarengi ada hentakan (bentakan). Posisi tubuh pembicara tidak ada rasa simpatik, dan sombong.
b.        Ngoko
Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa akrab (solider) antara pembicara dan mitra bicara. Artinya, pembicara tidak memiliki rasa segan, hormat atau rasa pakewoh (sungkan) terhadap mitra bicara. Orang yang ingin menyatakan keakraban terhadap mitra bicara, atau sesamanya, tingkat Ngoko inilah yang tepat untuk dipakai. Teman yang saling akrab biasanya saling berbicara ngoko. Maka akan menjadi aneh bila antar teman yang sudah kenal dan akrab berbicara dalam tingkat madya atau krama. Bila antar teman yang akrab berbicara dalam tingkat tutur krama maka hubungannya menjadi tidak akrab dan suasana bicara yang biasanya berubah menjadi resmi. Sebagai contoh, Kowe arep lunga menyang ngendhi?
c.         Madya
Tingkat tutur madya adalah tingkat tutur menengah antara ngoko dan krama. Tingkat tutur ini menceminkan rasa sopan, tingkat tutur ini semula adalah tingkat tutur krama tetapi sudah mengalami penurunan atau perkembangan yang lebih rendah statusnya, yang sebut kolokialisasi (menjadi bahasa sehari-hari yang tidak formal, atau perubahan dari formal menjadi tidak formal. Oleh karena itu, bagi kebanyakan orang tingkat madya ini disebut setengah sopan. Orang yang disapa dengan tingkat tutur ini biasanya orang yang tidak begitu disegani atau tidak sangat dihormati. Sebagai contoh, Sampeyan ajeng kesah dhateng pundhi?
d.        Krama
Tingkat tutur krama ialah tingkat tutur yang mencerminkan sikap penuh sopan santun. Tingkat tutur ini menandakan adanya tingkat segan, sangat menghormati, bahkan takut. Seorang pembicara yang menganggap bahwa mitra bicaranya orang yang berpangkat, berwibawa, belum dikenal, akan menggunakan tingkat tutur ini. Murid terhadap guru, seorang bawahan kepada atasan.  Seorang bawahan yang berbicara dengan atasan, atau seorang murid kepada gurunya memakai bahasa ngoko dkatakan tidak sopan atau njangkar atau nukak krama. Sebagai contoh, Panjenengan badhe tindhak dhateng pundhi?

3.        Contoh Honorifik dalam Bahasa Indonesia:
(a) Apakah ada yang ingin kamu tanyakan?
(b) Apakah ada yang ingin Anda tanyakan?
(c) Apakah ada yang ingin Saudara tanyakan?
Dari ketiga kalimat tanya di atas, dapat dilihat penggunaan kata ganti orang kedua yang berbeda memberikan tingkat kesopanan dan rasa hormat yang berbeda pula. Contoh lain sebagai berikut.
(a) Dia pergi lima menit yang lalu.
(b) Beliau pergi lima menit yang lalau.
Dari kedua kalimat di atas, dapat dilihat penggunaan kata ganti orang ketiga yang berbeda memberikan tingkat kesopanan dan rasa hormat yang berbeda pula. Contoh lain sebagai berikut.
(a) Maaf Pak, mohon izin ke belakang.
(b) Maaf Pak, mohon izin ke kamar kecil.
(c) Maaf Pak, mohon izin ke toilet.
(d) Maaf Pak, mohon izin ke WC.
Berdasarkan keempat kalimat di atas, dapat dilihat penggunaan istilah yang tepat dapat memberikan nuansa rasa hormat dan sopan yang lebih baik. Keempat kalimat di atas memiliki maksud yang sama. Akan tetapi, kalimat (a) dianggap paling sopan dibandingkan ketiga kalimat yang lain.

4.        Contoh Honorifik dalam Bahasa Makasar
Yatim (1983: 80) mencontohkan honorifik dalam Bahasa Makasar sebagai berikut.
(a) amakku
(b) amakku anrong kalengku
Kedua kata di atas memiliki arti yang sama yaitu ibuku. Akan tetapi, kata (b) dianggap memiliki rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam berbahasa.  Contoh lain sebagai berikut.
(a) bajikanganganjikasiya-asiya alangkanaya kalumannyang mingka susai nyawaya
(b) teak sunggu kasulasa kontungku sikali sayu teak matekne namajai pakrisikku
Kedua kalimat di atas memiliki arti yang sama yaitu lebih baik hidup miskin daripada kaya tanpa kebahagiaan. Akan tetapi, kalimat (b) dianggap memiliki rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam berbahasa.  Contoh lain sebagai berikut.

(a) bajikangangangi matea natallasaka kasirikasirik
(b) takunjungak bangung turuk
Kedua kalimat di atas memiliki arti yang sama yaitu lebih baik mati daripada hidup menanggung malu. Akan tetapi, kalimat (b) dianggap memiliki rasa hormat dan sopan yang lebih apabila digunakan dalam berbahasa.

5.        Contoh Honorifik dalam Bahasa Korea
Honorifik dalam kata ganti sebutan untuk orang. Cirinya terdapat kata '' [nim] atau '' [bun] yang mengikuti kata ganti orang sebagai bentuk panggilan hormat.
Contoh berikut kami ambil dari (
www.seoulina.com):
선생                        선생님            [honorifik]       =          guru
이사람                    이분                [honorifik]       =          orang ini
윤아씨                   윤아님            [honorifik; '' diubah jadi ''] = Ny. Yuna
Contoh lain dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4: Contoh Honorifik dalam Bahasa Korea
Bentuk Sederhana
Bentuk Honorifik
Arti
진지
nasi
나이
현세
umur
이름
성함
nama
rumah
말하다
말씀하다
berbicara
먹다
드시다/잡수시다
makan
마시다
드시다
minum
있다
계시다
ada
자다
주무시다
tidur
생일
생신
ulang tahun
죽다
돌아가시다
meninggal
주다
드리다
memberi


6.        Contoh Honorifik dalam Bahasa Jepang
Di dalam Bahasa Jepang, penjelasan yang ada pada (id.wikipedia.org/wiki/Tuturan_honorifik_dalam_bahasa_Jepan) menjelaskan Bahasa penghormatan (sonkeigo) adalah kata-kata dipakai untuk meninggikan kedudukan lawan bicara ketika sedang membicarakan keadaan atau tindakan yang dilakukan lawan bicara. Sonkeigo dapat dinyatakan dengan mengganti kata dan dengan menambah prefiks.
Contoh sonkeigo dengan mengganti kata adalah sebagai berikut.
(a) taberu (食べる) → meshiagaru (召し上がる ), makan
(b) miru (見る) → goranninaru (ご覧になる), melihat
(c) iu (言う) → ossharu (おっしゃる), mengatakan
Contoh sonkeigo dengan penambahan prefiks o atau go adalah sebagai berikut.
(a) isogashii (忙しい) o-isogashii (お忙しい) sibuk
(b) tabō (多忙) → go-tabō (ご多忙) sibuk




Suber Referensi



Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (ed. ke-4). Jakarta: Gramedia.


Oktavianus. 2006. Analisis Wacana Lintas Bahasa. Padang: Andalas University Press.

Yatim, Nurdin. 1983. Subsistem Honorifik Bahasa Makasar: Sebuah Analisis Sosiolinguistik. Ujung Pandang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar